Sebuah Filosofi Hidup

Dalam tulisan kali ini bercerita bahwa dalam menentukan setiap langkah dan tindakan haruslah dipikir secara cermat dan hati-hati. Apabila sudah berada pada batas kenyataan yang membuat diri ini sulit dan harus menerima hukuman atas perbuatan yang kita lakukan sebaiknya kita segera mawas diri dan mohon ampun atas segala dosa kepada Sang Pencipta dan berjanji untuk tidak mengulanginya.

Seperti kisah dalam tulisan ini, yang diangkat dari kisah hidup seorang anak manusia yang mengalami tekanan hidup namun tetap berjuang gigih untuk melepas jerat kenestapaan yang selalu membelenggunya. Hingga akhirnya dia bertekad untuk berontak pada dirinya sendiri dengan menapak langkah satu demi satu dalam hempasan badai yang menghantam.

Dia diberi nama Jaya Sukarna

Jaya  kecil dibuang orang tuanya di tengah hutan pada ketika masih bayi dan ditemukan oleh seorang kakek yang teramat miskin. Mata pencaharian sang kakek hanya penjual rumput dan kayu bakar. Jerih payahnya itu di jual ke pasar dengan cara barter kebutuhan pokok, misalkan beras, gula, kopi, dan gandum.  Itu pun hanya cukup untuk kebutuhan hidup beberapa minggu saja. Akan tetapi kehadiran Jaya mampu memberi letupan kebahagiaan tersendiri untuknya.

Jaya kecil menjelma seperti malaikat bagi diri sang kakek. Bertahun-tahun sang kakek hidup sebatang kara setelah kepergian istri tercinta beberapa tahun silam di tengah hutan yang sepi. Tanpa mempunyai anak, ia berjuang melawan terpaan kehidupan yang keras.

Kehadiran Jaya walaupun itu berawal dari musibah yang menimpanya, sang kakek menganggap ini adalah bagian dari hadiah Allah SWT untuknya. Diperkirakan setelah usia Jaya hampir beranjak tujuh tahun, sang kakek akhirnya sepakat berpikir untuk pindah tempat tinggal yang agak dekat dengan pemukiman penduduk. Diharapkan agar Jaya menerima pendidikan dari seorang guru. Akhirnya Jaya dapat bersekolah dan menerima pelajaran dengan sangat baik.

Dan sang kakek meninggal dunia

Kepergian kakek membuat Jaya semakin gigih mengejar mimpinya. Dia putuskan untuk meninggalkan desanya yang indah dan cantik. Sungguh amat berat rasanya meninggalkan tempat dimana dia dibesarkan. Dia amat mencintai desa itu. Karena disana memberikan inspirasi positif kedalam pikirannya. Bukan hanya dia menikmati keindahan alam panoramanya yang sering disebut dengan sebutan “ A beautiful land of the dry paddies “. Karena disana banyak sawah-sawah bertingkat penuh padi yang subur dan cantik. Bagaimana mungkin dia bisa meninggalkannya? Namun keinginan untuk bangkit dan hijrah amat kuat. Dalam sudut jiwanya terpancar cita-cita mulia untuk sesamanya. Dia ingin mencerdaskan anak bangsa dari buta ilmu dan akidah. Dari berita yang dia liat dari saluran tv di balai desa, dia amat merasakan keterpurukan mental para generasi bangsa ini dan amat prihatin dengan keadaan itu.

Jaya pun hijrah ke ibu kota dengan berbekal ilmu yang dimiliki dan segenap kemampuan yang ada pada dirinya. Tak dapat dibayangkan bahwa kehidupan kota jauh amat menggores jiwa. Di kota tidak ada lagi kasih, semua penuh ego dan sadisme. Semua kebutuhan harus pakai uang sampai keluar hajat pun pakai uang, beda dengan kehidupan desa yang akrab dan bersabahat. Tapi karena tekad Jaya sekuat baja maka dia tetap bertahan.

Dari cleaning service sampai tamat kuliah

Tanpa rasa malu Jaya melamar pekerjaan seadanya demi isi perut. Dia bekerja disebuah restoran di sudut ibukota bukan sebagai waiters tetapi cleaning service dengan gaji yang hanya cukup untuk makan saja. Tapi hal itu tidak mengecilkan hatinya bahkan dirinya menjadi lebih giat lagi. Tetes demi tetes peluh yang mengalir membasahi wajahnya membuat dia semakin bersemangat. Hal itu membuat Pak Musa si pemberi kerja semakin salut kepadanya. Dalam waktu yang tidak lama Jaya diangkat sebagai asisten pribadinya untuk mengelola bisnis percetakannya.

Keadaan ini membuat taraf hidup Jaya menjadi lebih baik. Dia mulai bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan menyewa kamar kecil untuk berteduh dan beribadah sepulang bekerja. Beberapa waktu kemudian Jaya mendaftar SPMB. Dia mengambil ilmu hukum di sebuah universitas negeri ternama di ibukota. Ternyata Jaya lulus ujian masuk dengan nilai tertinggi dan dia mendapat beasiswa pendidikan sampai tamat.

Jaya selalu mengikuti dan menyimak semua pelajaran yang diajarkan tanpa kendala. Dari sisi social kampus, Jaya aktif dalam semua organisasi. Namanya melegenda di seluruh sudut kampus. Hampir semua penghuni kampus mengenalnya, karena Jaya merupakan motivator yang memberikan kontribusi positif untuk para mahasiswa.

Apakah mencintai itu sebuah dosa?

Suatu ketika usianya yang beranjak dewasa terasa hidupnya hadir secerca pelita yang memberi terang seluruh ruang hatinya yang kosong dan hampa. Seorang gadis cantik membuat jiwanya kebat-kebit. Ada sejumput perasaan bersalah apabila dia harus mengingkari keadaan yang sebenarnya. Ada keraguan menyisir hatinya luruh. Di buatnya penekanan terhadap segala bentuk kemaksiatan hati. Sudut hatinya yang terdalam terus bergejolak, apakah mencintai itu dosa?

Jaya amat hati-hati dalam menata hatinya. Dia takut lengah dan terperosok ke dalam jurang kemaksiatan. Tekadnya sudah bulat untuk menyimpan cinta yang telah hadir dalam jiwanya. Biar saja Allah yang tahu tentang perasaannya kali ini. Dia tak inginkan cintanya kepada Allah terkotori oleh perasaan lain. Biar saja kalau memang jodoh dia sandarkan untuk ta’aruf dan semua keadaan biar Allah yang tentukan. Pandangan Jaya jauh keangkasa raya. Sambil melihat bintang-bintang.

Jaya belum tahu apa yang akan terjadi esok, karena tugas dia adalah meniti masa sekarang demi kemajuan generasi bangsa yang akan datang.
0 Komentar

 
'